Minggu, 31 Juli 2011


FENOMENA KESURUPAN DI KEHIDUPAN MANUSIA HINDU BALI

Saat ini begitu banyak manusia hindu bali diwarnai pertanyaan besar dalam kehidupan spiritualnya. Hal ini diakibatkan banyaknya orang hindu bali yang menjalankan pengobatan atas nama pawisik atau mendengar suara gaib dari Tuhan, dan banyak yang menganggap dirinya utusan Tuhan yang datang untuk membantu kesusahan orang tapi ujung-ujungnya berakhir dengan tuntutan harus dibayar dengan materi.

Hal ini menjadi pertanyaan besar di sebagian orang yang mempertanyakan arti sebuah ketulusan, terlebih mengatasnamakan Tuhan.
Apakah Tuhan bisa dibisniskan?
Sejauh mana orang yang bersangkutan sudah menjaga kesucian Tuhan saat segala kelebihan Tuhan dijual untuk dibisniskan?

Begitu banyak orang ngiring atau menjalankan pertolongan lewat kehadiran yang disungsung, namun sejauh mana kebenaran dari yang diiring? banyak yang tidak tahu.
Dan sejauh mana kebenaran dari orang yang ngiring? banyak yang tidak peduli.

Untuk menjawab kebenaran orang yang kesurupan / kerauhan bisa dilihat dari 2 sisi.
1. sisi niskala / tidak nampak.
Dari sisi niskala (yang tidak nampak), ini hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah mampu memiliki ketajaman batin. Orang yang memiliki ketajaman batin akan tahu siapa yang bersemayam di dalam diri orang yang kerauhan tadi. Apa kehadiran dalam diri orang yang kerauhan tadi dalam bentuk penjaga pura (ancangan), batara yang disungsung, ataukah orang yang mengaku kerauhan tadi sedang mendapat tekanan dalam hidupnya. Seperti contoh mengidap stress yang berkepanjangan atau dipengaruhi oleh ilmu hitam.

2. sisi sekala / dari bahasa tubuh (hal nampak). 
Banyak orang beranggapan apabila di saat sembahyang ia telah mampu memunculkan getaran, maka sudah menganggap dirinya suci dan nyaris memutuskan untuk ngiring karena menganggap diri sudah merasakan suasana beda saat terjadi getaran tersebut. Hal ini sesungguhnya tidak mendidik terhadap manusia yang dalam hidupnya masih diwarnai keegoan atau punya kepentingan pribadi. Getaran belum cukup mewakili sebuah pembenaran atas nama kesempurnaan batin, karena orang yang sudah mampu menghadirkan kebenaran Tuhan terletak pada sejauh mana orang tersebut sudah terlepas dari keegoan atau emosi dalam hidupnya.


Orang yang mampu mencapai kesempurnaan batin adalah orang yang sudah mampu melepaskan diri dari belenggu sad ripu dalam dirinya.
Lalu sejauh mana kebenaran dari sebuah getaran yang muncul pada orang yang belum kita tahu jelas kualitas batinnya?
Memang Tuhan dalam fungsinya sebagai yang maha ada, yang bertugas sebagai pencipta, pemelihara, dan pelebur mampu menempati semua ruang yang dikehendakinya, tapi harus disadari Tuhan dengan segala kebesarannya hanya bersemayam di istana batin. Jadi kebenaran seseorang yang ngiring terletak pada sejauh mana ia mampu menciptakan isatana batin dalam diri untuk Tuhannya.
Kalau orang tersebut masih diperbudak oleh hal-hal duniawi seperti: menyombongkan hartanya, pemarah, dll yang buruk, jangan harap ia didekati oleh hal-hal yang bersifat kebenaran apalagi benar secara niskale, karena orang yang hidup dengan spiritualnya harusnya orang yang sudah mampu mengendalikan emosi dan keegoannya. Mustahil orang seperti ini akan mampu mengendalikan kebenaran niskale di saat yang bersangkutan masih diperbudak hal-hal duniawi.  

Semoga tulisan ini mampu menjadi acuan untuk bisa dijadikan pertimbangan dalam menerima berbagai fenomena di kehidupan agama dan berspiritual kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar